Home / News / Surat Terbuka Untuk Walikota Surabaya
Para pelaku pertempuran front Alun alun Contong, anggota PRI 40, berfoto didepan monumen dalam sebuah reuni.

Surat Terbuka Untuk Walikota Surabaya

Assalamualaikum wr wb.

Perkenalkan kami dari komunitas sejarah Roodebrug Soerabaia untuk menyampaikan beberapa hal dibawah ini.

Menanggapi artikel berita yang dimuat detik.com berjudul “Risma Bereaksi, Benahi Kumuhnya Monumen Hingga Koordinasi Dengan Polisi” tertanggal 16 November 2016 ( tautan terlampir). Dalam artikel ini Walikota memberi klarifikasi bahwa di Alun-alun contong tidak pernah terjadi pertempuran pada 10 November 1945. Lebih tepatnya dinyatakan dengan kalimat “Tidak ada pertempuran di Alun-alun Contong, tapi itu termasuk bagian sejarah perkembangan kota Surabaya”.

Pertama kami ucapkan terimakasih kepada Walikota Surabaya atas reaksinya terhadap monumen-monumen perjuangan kota yang dibangun oleh Korem Bhaskara Jaya pada 31 Oktober 1970 dan kini terhalang oleh pos-pos Polisi. Semoga hal tersebut dapat benar-benar segera direalisasikan.

Kedua ingin kami sampaikan disini apa yang terjadi di Alun-alun Contong pada masa revolusi fisik ditahun 1945 berdasarkan arsip veteran yang terlibat di front Alun-alun Contong. Pada masa itu, tepat disamping Alun-alun Contong didirikan markas pejuang dari kelompok PRI 40 yang diketuai oleh Slamet Oetomo. Berikut kami tuliskan kutipan arsip tersebut :

“29 Oktober 1945 ( Pertempuran Fase I ) : Bapak Dul Arnowo datang memberi wejangan. Ditengah Bapak Dul Arnowo memberi wejangan, datang truk besar lewat dari jurusan selatan Baliwerti dan melepaskan tembakan-tembakan kearah asrama. Untungnya tidak ada peluru yang mengenai anak-anak kita. Tetapi Malang nasib tentara Inggris dan Gurga, pertahanan kita diatas gedung meubel “Moteng” anak-anak kita langsung melepaskan tembakan mitraliur dan mengenai sasarannya, kepala sopir terkena peluru dan pecah kepalanya, truck menabrak tembok Bubutan, truck terhenti.

Anak-anak mendengar suara tembakan bubar meninggalkan barisan dan lari menuju truck dimana banyak terdapat pasukan Gurga. Pasukan Gurga melihat kita tidak berdaya,hanya diam dan berdiri diatas truk. Semua tentara Gurga kita habisi nyawanya dengan pedang dan bayonet tanpa senjata api karena sudah banyak yang mati terkena tembakan mitraliur.

Dari truck besar tersebut kita dapat veld zender, peta-peta kota Surabaya dengan petunjuk gang-gang kecil pakai tulisan Inggris dan Belanda, satu peti berisi uang Jepang, beberapa guling besar berisi pakaian militer. Semua peralatan kita pakai untuk anak-anak kita kecuali satu peti uang kami serahkan kepada markas PRI.

Satu jeep datang dari jurusan selatan Gemblongan ditembak dengan mitraliur yang kita tempatkan didepan gedung Olimo. Jeep berhenti dan para penumpangnya hendak mengadakan perlawanan tetapi mereka telah terkepung oleh anak-anak dan akhirnya tak ada satupun yang diberi hidup. Semua dihabisi nyawanya dan mayatnya dilempar kekali. Jeep keadaannya masih baik dapat dipakai sampai kita mundur ke Mojowarno/Mojokerto”.

Untuk pertempuran fase II, buku berjudul “Pertempuran Surabaya” yang diterbitkan Pusat Sejarah dan Tradisi ABRI menuliskan bahwa front Alun-alun Contong mendapat serangan artileri yang luar biasa hebatnya hingga pemandangan ditempat tersebut mirip dengan tempat pembantaian hewan, darah yang menggenangi jalanan, anggota tubuh manusia yang berserakan dan suara jerit kesakitan yang menyayat hati.

Plakat yang hilang dicuri itupun sedikit banyak menuliskan tentang ceceran darah dan daging para pejuang ditempat tersebut.

Demikian surat terbuka dari kami. Adalah hal yang sangat penting bagi kita semua sebagai warga kota Surabaya untuk mempertahankan ruh kota ini sebagai kota pahlawan. Adalah hal yang penting bagi kita semua untuk mengenal kisah ini. Karena sesungguhnya kisah tersebut adalah bagian dari identitas kota kita.

Hormat kami,
Ady Setyawan / Komunitas Roode Brug Soerabaia

 

Parade Juang Surabaya tahun 2015 ketika kami membawakan tema teatrikal Pertempuran Alun-alun Contong dan memberikan replika plakat yang dicuri orang.
Parade Juang Surabaya tahun 2015 ketika kami membawakan tema teatrikal Pertempuran Alun-alun Contong dan memberikan replika plakat yang dicuri orang.
Para pelaku pertempuran front Alun alun Contong, anggota PRI 40, berfoto didepan monumen dalam sebuah reuni.
Para pelaku pertempuran front Alun alun Contong, anggota PRI 40, berfoto didepan monumen dalam sebuah reuni.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tautan berita detik : https://m.detik.com/…/risma-bereaksi-benahi-kumuhnya-monume…

Tautan arsip kesaksian Ketua PRI 40, Arsip data pembangunan monumen-monumen oleh Korem Bhaskara Jaya koleksi DHD 45 yang telah di digitalisasikan : https://www.roodebrugsoerabaia.com/…/arsip-pri-40-pemuda-r…/…

About Ady Setyawan

Ady Setyawan, penulis dan penghobi sejarah terutama era perang kemerdekaan. Buku yang pernah diterbitkan berjudul : Benteng Benteng Surabaya ( 2015) , Surabaya Di Mana Kau Sembunyikan Nyali Kepahlawananmu? ( 2018 ) dan Kronik Pertempuran Surabaya ( 2020 )

Check Also

Open Letter Response from director of the Dutch Oorlogsgravenstichting (OGS) in Indonesia, Robbert van de Rijdt

Terjemahan jawaban atas surat terbuka kepada Mr Robbert Van De Rijdt, Direktur OGS : Dear Mr …