Komunitas Roode Brug Soerabaia adalah sebuah komunitas yang bergerak dibidang kesejarahan dan memiliki perpustakaan kecil dengan koleksi buku-buku kuno bertempat di Museum 10 November Surabaya. Komunitas yang didirikan pada November 2010 oleh beberapa arek Surabaya. Diantaranya Ady Setyawan, Ibnu Hazmin, Rifkhi , Indra dan Bagus. Nama Roode Brug Soerabaia diambil dari bahasa Belanda yang artinya Jembatan Merah. Alasan pemilihan nama Jembatan Merah adalah karena tempat tersebut adalah salah satu ikon khas kota Surabaya dan menjadi harapan pendiri agar komunitas ini dapat hadir untuk menjadi jembatan kisah antara generasi terdahulu dengan generasi saat ini dimana ruh Surabaya sebagai kota Pahlawan semakin tahun semakin memudar.
Kegiatan komunitas ini diantaranya melakukan kegiatan reka ulang / reenactment, teatrikal , wisata sejarah, dokumentasi dan penelitian hingga menerbitkan buku. Kegiatan reka ulang dan teatrikal dilakukan rutin sebulan sekali di museum 10 November Surabaya, untuk reka ulang paling besar melibatkan ratusan orang dilakukan setiap tahun sekali pada peringatan 10 November yang diberi nama Parade Juang. Kegian ini menutup jalan mulai Gubernuran hingga finish Balaikota sepanjang 3,5 km.
Roodebrug Soerabaia dalam parade juang, peringatan Hari Pahlawan . Foto: Romeo Pattia
Kegiatan wisata sejarah juga rutin dilakukan rata-rata dua bulan sekali dengan mengajak warga kota Surabaya dengan penyebaran informasi melalui media sosial.
Sejak tahun 2010 komunitas ini memiliki ketertarikan dengan situs sejarah Benteng Kedungcowek yang berada di kaki Jembatan Suramadu. Dalam satu buku karya Bathara Hutagalung yang berjudul “Alasan Inggris Membom Surabaya” kami menemukan kepingan informasi bahwa benteng Kedungcowek pada pertempuran Surabaya digunakan sebagai markas oleh para pemuda Sulawesi bekas Heiho yang telah dibubarkan Jepang. Mereka menggabungkan diri dan membentuk satuan baru bernama Batalion Sriwijaya. Pada akhir pertempuran, lebih kurang 200 pejuang gugur ditempat ini. Tertutup tanaman liar, terlupakan, terabaikan, kisah heroisme itu harus tersampaikan pada generasi saat ini, bagaimanapun caranya.
Kegiatan awal kami dalam mengangkat benteng ini adalah dengan mendokumentasikannya, bagian demi bagian. Kisah tentang sisa-sisa pasukan Heiho kami angkat dalam fragmen teatrikal hingga mengadakan kunjungan wisata sejarah ke Benteng Kedungcowek dengan mengajak masyarakat umum, beberapakali pula diadakan kerjabakti bekerjasama dengan Yon Arhanudse TNI AD yang juga melibatkan masyarakat umum.
Sambil berjalan, kami juga mulai menggali data sekunder dan data primer. Memburu buku-buku yang berkaitan dengan sejarah Benteng hingga melakukan wawancara terhadap narasumber. Benteng ini adalah buatan manusia, tentu ada tangan-tangan yang merencanakan pembuatan benteng juga cetak birunya. Untuk memburu cetak biru, maka kami harus mencarinya ke Arsip Nasional Belanda.
Bulan September 2013, dimulailah pencarian arsip yang berkaitan dengan Benteng Kedungcowek di kota Den Haag. Proses ini memakan waktu selama satu bulan penuh hingga akhirnya cetak biru dan peta berhasil didapatkan. Hal yang mengejutkan dari peta-peta kuno yang berhasil didapatkan adalah fakta bahwa ternyata Benteng Kedungcowek tidak dibangun sendirian, dia dibangun bersamaan dengan Benteng-benteng lainnya untuk melindungi kota Surabaya yang memiliki dua aset yang sangat penting bagi Belanda : Pelabuhan sebagai pintu keluar hasil bumi Jawa dan Pangkalan Angkatan Laut terbesar.
Ternyata kota Surabaya adalah kota di Indonesia yang memiliki perbentengan yang berjumlah hingga belasan, semuanya dibangun oleh Belanda dalam menghadapi perang dunia. Sekembalinya ke Surabaya, berbekal peta kuno kami melakukan penelusuran. Satu demi satu lokasi benteng kami datangi dan melakukan wawancara dengan penduduk sekitar. Beberapa tinggal reruntuhan, namun ada juga yang sudah dikubur dan menjadi komplek pabrik.
Semua pengalaman kami susun menjadi buku yang sudah launching pada bulan November 2015. Itulah kado kami komunitas Roodebrug Soerabaia pada peringatan Hari Pahlawan kota kami tercinta. Semoga ditahun-tahun mendatang komunitas kami bisa lebih aktif dan produktif dalam menjaga semangat kepahlawanan dikota ini.
Salah satu reruntuhan benteng yang tersisa, penelusuran anak muda dari dua negara yang memiliki saling keterkaitan sejarah. Foto: Ady Setyawan
Kegiatan kerjabakti pembersihan Benteng Kedungcowek antara komunitas Roodebrug , TNI dan masyarakat. Foto : Ady Setyawan
Ditulis oleh : Ady E Setyawan