Home / Article / Mengenal Bu Dar Mortir

Mengenal Bu Dar Mortir

Dikalangan warga Surabaya terutama angkatan 45 dan juga Kodam V Brawijaya , nama Bu Dar Mortir bukanlah nama yang asing. Ketika Inggris menyerbu Surabaya Bu Dar adalah orang yang pertama menginisiasi pendirian dapur umum karena pemuda-pemuda yang maju bertempur itu tentunya tidak kepikiran bagaimana nanti mereka bisa mendapatkan ransum makanan.

Selain mendirikan dapur umum, Bu Dar juga mendirikan dan mengorganisir pos-pos PMI untuk merawat para pejuang yang terluka. Bu Dar senantiasa mengawasi dengan ketat distribusi nasi-nasi bungkusnya, jangan sampai diterima para pemuda dalam keadaan sudah basi.

Total terdapat 100 dapur umum yang tersebar diantara Gresik dan Sidoarjo. “Kami harus mendistribusikan semuanya dengan tepat, dalam situasi genting pertempuran !” ujar Bu Dar.

Kawan-kawan seperjuangan Bu Dar pada masa itu diantaranya Ibu dr Angka Nitisastro, Ibu Soemantri, Ibu Dirdjo / Ibu Moenandar ( istri dari dr Samsi ), Ibu Soepeno dan masih banyak lagi.

Dalam sebuah gerakan pengunduran diakhir tahun 1945 dari Surabaya ke kota Jombang, ketika sampai kota Jombang ternyata kota ini sudah kosong ditinggalkan sebagian besar penduduknya. Karena para pejuang sudah sangat kelaparan maka Bu Dar mendatangi sebuah toko cina yang masih buka. Melepaskan gelang dan kalung emasnya seberat 100 gram untuk ditukarkan dengan bahan makanan bagi para pejuang.

Ketika kota Surabaya telah jatuh total ketangan Inggris, Bu Dar diminta bantuannya untuk mengurusi dapur umum markas pertahanan COPP VI dibawah pimpinan Letkol Latif Hadiningrat.

Mei 1948 Bu Dar beroperasi di kawasan Kediri, tinggal dirumah Ibu Soewono. Saat di Kediri inilah pernah beliau hampir diculik oleh gerombolan Sabarudin. Atas kejadian ini Bu Dar melaporkan kepada Komandan Divisi bahwa pasukan Sabarudin berbuat onar dan terjadi kerenggangan antara pimpinan-pimpinan lapangan.

Agustus 1948 Bu Dar bergerak ke kawasan Ploso dan Karangrejo untuk melakukan survey kesiapan sawah penduduk untuk cadangan makanan para pasukan nantinya. Dalam perjalanan antara Karangrejo menuju Mojo, beliau bertemu dengan rombongan pasukan CPM ( Corps Polisi Militer ) para pengawal Panglima Besar Soedirman. Disitu Bu Dar melaporkan bahwa desa Mojo tidak aman, maka pasukan tersebut berpindah ke desa lain yang berjarak 3 km dari desa Mojo.

Ditahun 1949 Bu Dar kerap masuk kota yang telah dikuasai musuh untuk mempersiapkan keperluan logistik TNI dengan menyamar menjadi pedagang. Selain itu juga mengamati keadaan dan situasi dalam kota, setiap hal penting dilaporkan kepada Komanda Divisi. Termasuk juga sepak terjang anggota pasukan Sabarudin.

Selain jalan umum, Bu Dar pun sering keluar masuk melalui jalur hutan. Dibulan Februari 1949 beliau berjalan melewati kawasan hutan Bajulan, Ngliman, Gunung Wilis hingga Trenggalek. Saat dikota Trenggalek terjadi perseteruan antara pasukan TRIP melawan Kompi Zainal. Hal ini memudahkan Belanda menundukkan kota Trenggalek dan melakukan “pembersihan” ke desa-desa sekitarnya.

30 April 1949 Bu Dar berjalan menuju Tengger melewati Campurdarat, dalam perjalanan ini Bu Dar ditemani dua perwira yaitu Letnan Pramudji dan Letnan Parjadi. Jadi sejak awal meletusnya Perang Surabaya 1945 hingga masa Perang Kemerdekaan bisa dikatakan beliau tak pernah absen.

Bu Dar juga menyaksikan peristiwa genting aksi PKI Madiun ditahun 1948. PKI sudah mengetahui bahwa Bu Dar aktif dalam Brigade S. Dalam operasi penumpasan PKI dipimpin oleh Jonosewojo yang menggerakkan pasukan S dari arah Kediri dan Ali Sadikin yang memimpin pasukan Siliwangi bergerak dari arah barat. Pasukan Siliwangi menduduki kota Madiun lebih awal.

Para pimpinan RI yang menjadi tawanan PKI di desa Doengoes tidak berhasil diselamatkan, semuanya ditembak oleh pasukan PKI.  Sebagai wujud ucapan terimakasih dari warga Kodam V Brawijaya kepada Bu Dar Mortir, sebuah mobil Colt Pick up diberikan pada beliau ditahun 1978.

Semoga Bu Dar Mortir diberikan tempat yang layak disisi Nya atas semua jasanya dalam masa mempertahankan kemerdekaan.

dirangkum dari artikel berjudul “Tetepangan Bu Dar Mortier” foto dan wawancara oleh Sudi Suyono yang dimuat Panjebar Semangat no 16 tertanggal 21 April 1971.

By Ady Setyawan.

About Ady Setyawan

Ady Setyawan, penulis dan penghobi sejarah terutama era perang kemerdekaan. Buku yang pernah diterbitkan berjudul : Benteng Benteng Surabaya ( 2015) , Surabaya Di Mana Kau Sembunyikan Nyali Kepahlawananmu? ( 2018 ) dan Kronik Pertempuran Surabaya ( 2020 )

Check Also

Insiden Kekerasan Imlek di Surabaya Tahun 1912

Tahukah anda bahwa perayaan Imlek tahun 1912 di Surabaya berubah menjadi sebuah panggung pertikaian sengit …