Hari selasa 25 September 2012, RoodeBrug Soerabaia mendapat undangan hadir untuk berbincang bersama Eugene Ploegman, putra dari Mr Willem Ploegman yang tak lain adalah warga Belanda yang menjadi korban tewas dalam insiden perobekan bendera di Hotel Majapahit pada tanggal 19 September 1945 yang saat itu bernama Yamato Hoteru
Pengagas acara napak tilas ini adalah Bapak Eddy Sampson, ketua komunitas Indo Belanda yang juga dihadiri oleh elemen veteran 45 : Bapak Karsono dan Pak Heru
Bapak Eddy Sampson, ketua komunitas Indo Belanda Surabaya |
Eugene Ploegman, putra dari Willem Ploegman. foto: Rachmad Yuliantono |
Bapak Heru, veteran saksi kejadian. Foto : Bagus Kamajaya |
Eugene Plogman sendiri lahir di Surabaya pada 13 Mei 1943, jadi saat kejadian insiden bendera tersebut terjadi, dia berusia 2 tahun.
Ploegman lahir di Tegal 25 Februari 1893 di Tegal, Jawa Tengah. Dia bersekolah hukum di negeri Belanda dan menjadi seorang pengacara yang terkenal pada zamannya, pasca runtuhnya kekuasaan Jepang, Ploegman digadang gadang untuk menjadi Walikota Surabaya namun hal itu tidak sampai terjadi karena Ploegman terbunuh dalam insiden bendera tanggal 19 September 1945.
menikmati kisah Eugene Ploegman dalam foto kuno. Foto: Rachmad |
menikmati foto kuno. foto : Rachmad Yuliantono |
Bapak Eddi Sampson adalah saksi mata kejadian tersebut dan bertutur ketika rombongan berjalan menuju gedung BPN “saat itu Mr Ploegman sedang rapat di gedung ini, saat terjadi keributan di Hotel, dia ikut keluar untuk menenangkan masa namun ia terlibat perkelahian dan terkena tusukan senjata tajam, Ploegman kembali diamankan ke gedung ini dan dievakuasi ke RS Simpang yang dulu bernama CBZ, namun disana dia tidak tertolong dan dimakamkan di Kembang Kuning blok B 26”
Eugene Ploegman menambahkan : “saat itu saya terlalu kecil untuk mengetahui segala sesuatunya dengan layak, namun saya ingat ibu saya berkata bahwa ayah saya meninggal bukan hanya karena kehabisan darah akibat tusukan senjata tajam, namun juga menderita trauma di kepala akibat hantaman benda keras”
Eugene saat melihat lokasi belakang gedung BPN.foto :Rachmad Yuliantono |
Kami banyak menghabiskan waktu di gedung BPN yang oleh penduduk sekitar juga dikenal dengan sebutan gedung setan tersebut. Di halaman belakang gedung BPN tersebut dimana banyak terdapat hamparan ilalang, Eugene Ploegman berdiri terkenang sambil menyeka air matanya “dulu disini banyak orang indo belanda yang dibunuh”
Berjalan bersama menggali kepingan kisah sejarah. Foto : Rachmad Yuliantono |
bersantai bersama sambil menikmati film dokumenter. Foto: Rachmad Yuliantono |
Pak Heru selaku veteran pertempuran Surabaya dan berada di lokasi bersama kami juga banyak memberikan informasi tambahan, betapa jalanan Tunjungan saat itu sudah penuh sesak dengan orang orang yang marah karena tidak mau lagi bangsa ini tunduk dalam perintah bangsa lain. “orang orang dulu memarkir sepedanya di lapangan simpang dekat rumah obat, yang sekarang jadi tunjungan plaza, lapangan itu dipenuhi sepeda pancal, suasana benar benar ramai, panas dan penuh ketegangan, saya pribadi sepulang dari insiden bendera saat melewati jalan pemuda juga melihat nyaris terjadi pembunuhan terhadap orang Belanda, saat itu saya berhasil menahan massa karena tidak sebanyak yang ada disini, Belanda itu sudah angkat tangan….”
Acara ini diakhiri dengan bersantai di cafe oikos sambil menikmati makan siang dan melihat film dokumenter dari adrian van dis. Masa perang sudah dilewati, dengan melakukan napak tilas dan mendengar kisah kesaksian dari keduabelah pihak salbil bersantai, suasana yang hangat dan penuh keakraban, membangun kembali memori yang ada , kisah dan kesaksian itu semoga tetap terjaga dalam hati dan jiwa generasi muda kota Surabaya, Kota Pahlawan.
foto bersama |
terimakasih untuk kawan kawan media yang meliput :
Metro TV, Jawa Pos, Surya, Radar
ditulis oleh : Ady Setyawan
foto : Rachmad Yuliantono , Bagus Kamajaya