Home / Article / Bapak Abdul Syukur dari Kompi Matusin

Bapak Abdul Syukur dari Kompi Matusin

 

Bapak Abdul Syukur

Perkenalan dengan pak Abdul syukur ini terjadi secara tidak sengaja. Ketika mendengar adanya bunker perlindungan di kawasan Grudo, kami bermaksud melihatnya, tapi waktu itu pak Yatim S.Bhakti yang ternyata sudah pernah ke lokasi mengajak kami singgah di rumah seorang pengurus Pepabri yang ternyata adalah seorang veteran pejuang.

Demikianlah, kemudian kami berkenalan dengan pak Abdul Syukur seorang mantan anggota kompi Matusin yang masih kuat daya ingatnya di usia tuanya.

Pak Syukur memulai ceritanya ketika dia bekerja di Kaigun di kawasan Ujung. Waktu itu usianya sekitar 17 tahunan. Beliau sendiri tidak memiliki akte kelahiran atau catatan tertulis tentang kelahirannya, hanya saja salah satu kakaknya mengatakan bahwa pak Syukur lahir pada tahun 1928.

 

Serius menyimak cerita pengalaman pejuang

Di tempatnya bekerja dijaga ketat oleh tentara Jepang, ketika itu Jepang sudah kalah perang sehingga sikapnya menjadi lebih lunak kepada kaum pribumi yang bekerja di Kaigun, sekarang menjadi wilayah PT. PAL.  Tibalah penyerahan senjata dari pihak Jepang, semua orang berbisik-bisik untuk menantikan pukul 17.00 tepat. Saat itulah tentara Jepang menyerahkan senjatanya kepada para pemuda pribumi dengan sukarela.

Berita kedatangan sekutu membuat para manta anggota PETA membentuk Badan Keamanan Rakyat yang dipimpin oleh Sungkono. Para Pemuda beramai – ramai mendaftarkan dirinya.

Abdul Syukur yang pada waktu itu bertempat tinggal di daerah Grudo, bergabung dengan rekan – rekan se-wilayahnya. Yaitu daerah pandegiling, pasar kembang dan sekitarnya. Mereka dibaah pimpinan Matusin, seorang pemuda yang pemberani dengan perwakan agak gemuk dan berkulit agak hitam.

Pada waktu itu kompi – kompi laskar rakyat tidak selalu berada dalam naungan sebuah batalyon. Seperti kompi Matusin ini, yang langsung berada dibawah divisi Sungkono.

Kompi Matusin disebut ‘Penggempur Dalam’ karena ketika perang sudah meluas ke seluruh wilayah Jawa Timur, mereka masih bertahan untuk melakukan penyerangan di dalam kota Surabaya. Kompi ini juga disebut kompi ‘Maling’ karena keberanian mereka untuk mencuri perbekalan musuh berupa obat-obatan maupun senjata.

Pak Abdul Syukur dan pasukannya juga ditugaskan di daerah Jombang untuk mengacau gerakan patroli Belanda. Pada malam hari mereka menyerang pos – pos Belanda untuk menunjukkan bahwa perlawanan rakyat Indonesia masih ada.

Setelah perang kemerdekaan berakhir, pak Abdul Syukur bergabung dengan batalyon 532 yang bertugas untuk menumpas DI/TII di Sulawesi. Pada tahun 1965 beliau mengakhiri masa tugasnya di militer.

Foto Oleh : Angga Airlangga

Roodebrug Soerabaia

About Ady Setyawan

Ady Setyawan, penulis dan penghobi sejarah terutama era perang kemerdekaan. Buku yang pernah diterbitkan berjudul : Benteng Benteng Surabaya ( 2015) , Surabaya Di Mana Kau Sembunyikan Nyali Kepahlawananmu? ( 2018 ) dan Kronik Pertempuran Surabaya ( 2020 )

Check Also

Insiden Bendera, Mempertanyakan Kesaksian Bapak Eddie Samson

Insiden Bendera, Mempertanyakan Kesaksian Bapak Eddie Samson Sebelum membaca surat ini lebih lanjut, ijinkan kami …